JAKARTA, KOMPAS.com — Gizi buruk, terutama pada balita, masih menjadi masalah besar di Indonesia. Padahal, kondisi tersebut bisa dicegah antara lain dengan secara rutin membawa bayi ke posyandu untuk ditimbang.
Hal tersebut diungkapkan oleh dr.Abidinsyah Siregar, Kepala Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan RI, dalam seminar bertajuk "Kemitraan untuk Membangun Generasi Anak Indonesia Lebih Sehat", di Jakarta, Rabu (17/6).
"Walau teknologi kesehatan sudah maju, menimbang bayi dan balita setiap bulan adalah satu-satunya cara untuk memonitor apakah berat badan anak sudah sesuai dengan usianya," papar Abidin. Dengan rutin menimbang, gangguan tumbuh kembang anak lebih mudah diketahui.
Namun, 25,5 persen bayi dan balita di Indonesia tidak pernah ditimbang. Alasannya, selain jarak ke Posyandu yang jauh, kurangnya pengetahuan ibu, juga faktor budaya dan kebiasaan. Akibatnya, masih banyak ditemui angka kejadian gizi buruk dan gizi kurang.
Data tahun 2008 menyebutkan, gizi buruk merupakan salah satu wabah yang paling mengancam kesehatan anak. Selain karena malas menimbang, kebiasaan merokok juga berdampak pada status gizi balita. Rokok masih menempati belanja rumah tangga kedua tertinggi, di bawah belanja beras, tetapi masih lebih besar dari belanja lauk pauk, pendidikan, dan kesehatan. "Padahal, biaya membeli sebatang rokok bisa dialihkan untuk membeli beberapa butir telur," kata Abidin.
Hal tersebut diungkapkan oleh dr.Abidinsyah Siregar, Kepala Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan RI, dalam seminar bertajuk "Kemitraan untuk Membangun Generasi Anak Indonesia Lebih Sehat", di Jakarta, Rabu (17/6).
"Walau teknologi kesehatan sudah maju, menimbang bayi dan balita setiap bulan adalah satu-satunya cara untuk memonitor apakah berat badan anak sudah sesuai dengan usianya," papar Abidin. Dengan rutin menimbang, gangguan tumbuh kembang anak lebih mudah diketahui.
Namun, 25,5 persen bayi dan balita di Indonesia tidak pernah ditimbang. Alasannya, selain jarak ke Posyandu yang jauh, kurangnya pengetahuan ibu, juga faktor budaya dan kebiasaan. Akibatnya, masih banyak ditemui angka kejadian gizi buruk dan gizi kurang.
Data tahun 2008 menyebutkan, gizi buruk merupakan salah satu wabah yang paling mengancam kesehatan anak. Selain karena malas menimbang, kebiasaan merokok juga berdampak pada status gizi balita. Rokok masih menempati belanja rumah tangga kedua tertinggi, di bawah belanja beras, tetapi masih lebih besar dari belanja lauk pauk, pendidikan, dan kesehatan. "Padahal, biaya membeli sebatang rokok bisa dialihkan untuk membeli beberapa butir telur," kata Abidin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
PILIH KATAGORI ANONYMOUS UNTUK BERKOMENTAR