JAKARTA, KOMPAS.com Penerapan kawasan dilarang merokok membutuhkan penegakan peraturan secara tegas. Semua warga mesti ikut berperan dalam mengawasi agar kebiasaan merokok yang merugikan segera ditinggalkan. Sejumlah daerah, seperti DKI Jakarta, Padang Panjang, Bogor, dan Palembang, sudah memiliki perangkat hukum yang mendukung penerapan kawasan dilarang merokok.
Salah satu upaya mengampanyekan Kawasan Dilarang Merokok diselenggarakan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo bekerja sama dengan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan sejumlah organisasi masyarakat lainnya yang peduli akan kesehatan masyarakat.
Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo bersama sejumlah organisasi masyarakat meluncurkan Stiker Kawasan Dilarang Merokok di Terminal Lebak Bulus, Kamis (4/3/2010). Gubernur DKI Jakarta menempelkan stiker bergambar rokok bertuliskan ”Angkutan Umum Ini adalah Kawasan Dilarang Merokok” di beberapa angkutan kota dan bus. Larangan itu sesuai Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara dan Peraturan Gubernur DKI No 75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok dengan sanksi penjara 6 bulan atau denda Rp 50 juta.
Dalam sosialisasi terhadap puluhan warga terminal itu, Rahmat dari Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah Jakarta mengatakan, aturan itu sendiri sudah tegas. ”Sopir berhak mengeluarkan penumpang yang menolak mematikan rokoknya dan Dinas Perhubungan bisa memberikan sanksi kepada sopir yang merokok. Dibutuhkan pemahaman akan hak dan kewajiban serta keberanian,” ujarnya.
Ketua YLKI Huzna Gustiana Zahir mengatakan, penegakan hukum menjadi penting. Berdasarkan hasil survei penegakan kawasan dilarang merokok di angkutan umum yang dilakukan YLKI pada Juli 2009, diketahui sebesar 89 persen angkutan umum melanggar ketentuan kawasan dilarang merokok.
Padahal, kawasan dilarang merokok di angkutan umum dalam peraturan daerah dan Peraturan Gubernur DKI Jakarta disebutkan, kawasan dilarang merokok di angkutan umum disebutkan sebagai larangan 100 persen. Artinya, tidak boleh ada sama sekali orang yang merokok di angkutan umum.
Menurut Huzna, menciptakan budaya tidak merokok terbilang sulit. Apalagi, tembakau bersifat menyebabkan kecanduan. Sosialisasi, kampanye, dan advokasi pengendalian tembakau harus terus-menerus dilakukan
Salah satu upaya mengampanyekan Kawasan Dilarang Merokok diselenggarakan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo bekerja sama dengan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan sejumlah organisasi masyarakat lainnya yang peduli akan kesehatan masyarakat.
Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo bersama sejumlah organisasi masyarakat meluncurkan Stiker Kawasan Dilarang Merokok di Terminal Lebak Bulus, Kamis (4/3/2010). Gubernur DKI Jakarta menempelkan stiker bergambar rokok bertuliskan ”Angkutan Umum Ini adalah Kawasan Dilarang Merokok” di beberapa angkutan kota dan bus. Larangan itu sesuai Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara dan Peraturan Gubernur DKI No 75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok dengan sanksi penjara 6 bulan atau denda Rp 50 juta.
Dalam sosialisasi terhadap puluhan warga terminal itu, Rahmat dari Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah Jakarta mengatakan, aturan itu sendiri sudah tegas. ”Sopir berhak mengeluarkan penumpang yang menolak mematikan rokoknya dan Dinas Perhubungan bisa memberikan sanksi kepada sopir yang merokok. Dibutuhkan pemahaman akan hak dan kewajiban serta keberanian,” ujarnya.
Ketua YLKI Huzna Gustiana Zahir mengatakan, penegakan hukum menjadi penting. Berdasarkan hasil survei penegakan kawasan dilarang merokok di angkutan umum yang dilakukan YLKI pada Juli 2009, diketahui sebesar 89 persen angkutan umum melanggar ketentuan kawasan dilarang merokok.
Padahal, kawasan dilarang merokok di angkutan umum dalam peraturan daerah dan Peraturan Gubernur DKI Jakarta disebutkan, kawasan dilarang merokok di angkutan umum disebutkan sebagai larangan 100 persen. Artinya, tidak boleh ada sama sekali orang yang merokok di angkutan umum.
Menurut Huzna, menciptakan budaya tidak merokok terbilang sulit. Apalagi, tembakau bersifat menyebabkan kecanduan. Sosialisasi, kampanye, dan advokasi pengendalian tembakau harus terus-menerus dilakukan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
PILIH KATAGORI ANONYMOUS UNTUK BERKOMENTAR