JAKARTA, KOMPAS.com — Rancangan Undang-Undang Pengendalian Dampak Tembakau terhadap Kesehatan merupakan salah satu prioritas yang akan dibahas oleh DPR pada tahun 2010.
”RUU Pengendalian Dampak Tembakau terhadap Kesehatan sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2010. Kalau masuk dalam skala prioritas, secara normatif dan politis harus disahkan. Selain itu, sekarang undang-undang diharapkan selesai dalam dua kali masa sidang agar tidak berlarut-larut,” ujar anggota Komisi IX Bidang Kesehatan, Ledia Hanifa Amaliah dari Fraksi PKS, Selasa (15/12/2009).
RUU Pengendalian Dampak Tembakau terhadap Kesehatan, menurut Ledia, lebih kepada upaya preventif mengendalikan dampak tembakau terhadap kesehatan. Selama ini rancangan undang-undang itu kerap tertunda karena dipandang tidak ada payung hukum yang menjadi dasar mengapa dampak tembakau harus dikendalikan. Sekarang telah terdapat Undang-Undang Nomor 36 tentang Kesehatan yang menyatakan bahwa tembakau sebagai salah satu zat adiktif.
”Bukan ingin mematikan petani tembakau atau melarang orang merokok, tetapi perlu pengaturan agar dampak tembakau terhadap kesehatan yang sangat merugikan itu ada pengaturan jelas,” ujarnya. Masyarakat diharapkan memberikan masukan-masukan.
RUU Pengesahan FCTC
Secara terpisah, Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, sekaligus Ketua Bidang Advokasi Komisi Nasional Pengendalian Tembakau, Tulus Abadi, mengatakan, persiapan pemerintah menyusun RUU Pengesahan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) merupakan langkah maju. ”Pengesahan itu sudah mendesak karena di tataran internasional Indonesia akan dicemooh jika tidak ikut serta. Sudah 160 negara ikut mengesahkan. Cepat atau lambat pemerintah tidak bisa menahan laju isu pengendalian tembakau,” ujarnya.
Penelitian Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia menyebutkan bahwa pengeluaran rokok bagi rumah tangga miskin mencapai Rp 117.624 per bulan. Pendapatan masyarakat miskin tertinggi kedua digunakan untuk membeli rokok, yakni sekitar 12,4 persen dari pendapatan sehingga dana untuk pangan dan pendidikan tergusur.
Setelah nanti RUU Pengesahan FCTC disahkan, pemerintah harus membuat aturan soal iklan, pemasaran, kemasan rokok, konsumen, dan sebagainya dalam bentuk undang-undang. (INE)
”RUU Pengendalian Dampak Tembakau terhadap Kesehatan sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2010. Kalau masuk dalam skala prioritas, secara normatif dan politis harus disahkan. Selain itu, sekarang undang-undang diharapkan selesai dalam dua kali masa sidang agar tidak berlarut-larut,” ujar anggota Komisi IX Bidang Kesehatan, Ledia Hanifa Amaliah dari Fraksi PKS, Selasa (15/12/2009).
RUU Pengendalian Dampak Tembakau terhadap Kesehatan, menurut Ledia, lebih kepada upaya preventif mengendalikan dampak tembakau terhadap kesehatan. Selama ini rancangan undang-undang itu kerap tertunda karena dipandang tidak ada payung hukum yang menjadi dasar mengapa dampak tembakau harus dikendalikan. Sekarang telah terdapat Undang-Undang Nomor 36 tentang Kesehatan yang menyatakan bahwa tembakau sebagai salah satu zat adiktif.
”Bukan ingin mematikan petani tembakau atau melarang orang merokok, tetapi perlu pengaturan agar dampak tembakau terhadap kesehatan yang sangat merugikan itu ada pengaturan jelas,” ujarnya. Masyarakat diharapkan memberikan masukan-masukan.
RUU Pengesahan FCTC
Secara terpisah, Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, sekaligus Ketua Bidang Advokasi Komisi Nasional Pengendalian Tembakau, Tulus Abadi, mengatakan, persiapan pemerintah menyusun RUU Pengesahan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) merupakan langkah maju. ”Pengesahan itu sudah mendesak karena di tataran internasional Indonesia akan dicemooh jika tidak ikut serta. Sudah 160 negara ikut mengesahkan. Cepat atau lambat pemerintah tidak bisa menahan laju isu pengendalian tembakau,” ujarnya.
Penelitian Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia menyebutkan bahwa pengeluaran rokok bagi rumah tangga miskin mencapai Rp 117.624 per bulan. Pendapatan masyarakat miskin tertinggi kedua digunakan untuk membeli rokok, yakni sekitar 12,4 persen dari pendapatan sehingga dana untuk pangan dan pendidikan tergusur.
Setelah nanti RUU Pengesahan FCTC disahkan, pemerintah harus membuat aturan soal iklan, pemasaran, kemasan rokok, konsumen, dan sebagainya dalam bentuk undang-undang. (INE)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
PILIH KATAGORI ANONYMOUS UNTUK BERKOMENTAR